Rabu, 11 Agustus 2010

Cerpen Kupu-Kupu Malang

Kupu-Kupu Malang
            Pada suatu hari terlihat sebuah rumah sederhana model rumah panggung bercat cokelat beralaskan serpihan bambu terletak disebelah sungai yang airnya bersih tanpa noda sedikitpun. Dirumah itu tinggallah empat orang manusia yang terdiri dari ayah, ibu, dan dua orang anak.Dalam kesehariannya keluarga tersebut dikenal sebagai keluarga yang sakinah, mawwadah, warrahmah.
            Indah nian keluarga tersebut karena hampir sangat jarang mereka beradu cingcong. Nursyiam, begitulah orang-orang menyebut perempuan setengahbaya itu yang memiliki dua orang puteri kesayangannya Indah dan Melati. Nursyiam merupakan sesosok wanita yang baik hati dan tidak pernah sedikitpun melawan atau minta yang bukan-bukan kepada suaminya, Zulkarnaen namanya. Dari luar terlihat sesosok perempuan berparas cantik, tubuhnya tidak pendek dan juga tidak tinggi, ia memiliki bentuk wajah yang oval serta bibirnya yang sangat menawan, Indah namanya. Indah mempunyai seorang adik perempuan yang baru duduk di kelas 4 SD, sedangkan Indah duduk di kelas XI SMA.
            “Bunda ! Indah pergi dulu ke sekolah. Do’akan Indah ya Bu semoga Indah bisa meraih cita-cita yang Indah inginkan.” Ucap Indah sambil mencium tangan ibunya. “Iya anaku! Bunda percaya kamu pastilah bisa, belajar yang bener ya!” Sahut Nursyiam kepada Indah sambil tersenyum.
                        “Ayo Melati kita berangkat sekarang ! matahari mulai bersinar jangan sampai kita terlambat masuk.” Sahut Indah. “Iya Kak.” Jawab Melati. Indahpun segera menuju sepedanya yang tergeletak di depan pintu rumahnya. Tanpa berpikir panjang lagi Indah langsung mengayuh sepedanya secepat mungkin bak kertas yang tertiup angin.
            Sementara itu dirumah, Zulkarnaen bersiap-siap untuk pergi ke sawah untuk melaksanakan tugas mulia sebagai penyedia beras dan pencari nafkah keluarga. “Ibu….bapak pergi dulu ke sawah mumpung masih pagi. Jangan lupa nanti siang tolong hantarkan bapak makanan.” Kata Zulkarnaen sambil bergegas untuk berangkat ke sawah.
            “Baik bapak nanti ibu hantaran makanan ke sawah.” Jawab Nursyiam sambil membantu suaminya menyiapkan barang-barang yang perlu dikemas. Siang itu Zulkarnaen berangkat tanpa menggunakan alas kaki. Perjalanan dari rumah ke sawah cukup jauh sekitar satu kilometer.
            Sementara itu disekolah, Indah tiba digerbang sekolah tepat sewaktu bel berbunyi. Indah pun segera menuju kelasnya yang terletak didepan mesjid sekolah. Indah terlihat begitu bersemangat karena sebentar lagi bisa bertemu dengan pelajaran Kimia yang paling Indah sukai. Setibanya dikelas ia langsung duduk dibangku terdepan sambil menyapa teman-teman sekelasnya. “Assalamu’alaikum…semuanya.” Sapa Indah. “Wa’alaikumsalam…..Tumben Indah hari ini ceria bener unk.” Jawab Rina. “Yaiya gitu…so hari ini tu bwt akuadalah hari yang spesial soalnya aku bakalan ketemu ma Kimia.”
            Pak Lukman pun datang dari luar kelas…. “Berdiri ! berisalam !” perintah sang Kalas. “Assalamu’alaikum Wr.Wb.” sapa anak-anak. “Wa’alaikumsalam….Baik anak-anak pada hari ini bapak mau bertanya terlebih dahulu sebelum masuk kemateri selanjutnya, siapakah tiga orang ilmuwan yang menemukan Teori Atom Mekanika Kuantum?” Tanya Pak Lukman. “Louis De Broglie, Werner Heisnberg,dan Erwin Schrodinger.” Jawab Indah. “Iyah betul…baik hari ini bapak akan menjelaskan tentang Tata cara penulisan bentuk molekul berasarkan Aturan Aufbau…”
            Sementara itu disawah Zulkarnaen sedang mencangkuli sawah. Ketika ia sedang asyik-asyiknya mencangkul tiba-tiba muncul seekor ular kobra yang muncul dari arah belakang Zulkarnaen tepatnya di balik semak belukar yang konon menurut cerita masyarakat setempat di semak-belukar tersebut seringkali bersarang ular-ular berbisa yang selama ini telah banyak menelan korban. Zulkarnaen pun bertarung habis-habisan dengan ular tersebut. Namun nasib berkata lain, ketika Zulkarnaen hendak membunuh ular tersebut, dari mulut ular tersebut menyemburkan bisa bak air yang disemprotkan oleh pompa air, bisa tersebut mengenai matanya dan Zulkarnaen pun terjatuh, itu merupakan kejadian yang sangat beruntung dari pihak ular. Tanpa berpikir panjang ular tersebut mengigit kaki Zulkarnaen dengan gigitan yang sekeras mungkin bagaikan seekor ular yang berburu tikus. Zulkarnaen pun meronta-ronta kesakitan. Akhirnya malaikat mautpun menyambut Zulkarnaen yang sedang terbujur kaku tak berdaya.
            Tak jauh dari tempat itu, seorang penggembala kambing yang kebetulan tetangganya Zulkarnaen melihat betul kejadian sewaktu Zulkarnaen dijemput malaikat maut hingga hidupnya pun the end. “Astaghfirullah ! Izul..Izul kenapa kau ? Tolong…tolong…tolong….” Enduy memanggil-manggil warga sekitar. “Ada apa gerangan engkau panggil-pangil penuh histeris begitu ?” ucap Enceng.. “Tadi aku lihat Izul sudah terbujur kaku disini. Lihat dikakinya ada bekas gigitan ular !”tunjuk Enduy ke arah kakinya Zulkarnaen. “Walah betul kalilah kau, ini tak salah lagi pasti Izul habis diadu jotos dengan ular kobra yang ada di semak-belukar itu soalnya di tempat ini sudah sering kali ada yang meninggal ulah ular.” Enceng pun langsung menggendong Izul untuk dibawa ke kediamannya. Sambil berlari terlunta-lunta Enduy membantu Enceng membawa Izul dengan silih bergantian.
Beberapa lama kemudian akhirnya mereka tiba di kediaman Zulkarnaen. “Assalamu’alaikum…Assalamu’alaikum….Ibu Nursyiam…” sahut Enduy sambil mengetuk pintu beberapakali. “Wa’alaikumsalam….Tunggu sebentar.” Tembal Nursyiam dari dalam rumah. Pintu pun dibuka oleh Nursyiam, “Ada apa gerangan memanggil-manggil seperti yang dikejar anjing saja..”  “Astaghfirullah ! Bapak kau kenapa? Tolong masukkan suami saya kedalam rumah!”
Nursyiam pun segera menuju dapur untuk mengambil peralatan P3K. Tiba-tiba Enceng dari belakang Nursyiam menyahut , “Tak usah kau ambilakan peralatan P3K!” “Apa gerangan yang membuat kau bicara begitu ?” kata Nursyiam dengan raut muka yang cemas. “Sekali lagi saya dan Enduy mohon maaf kepada ibu, Pak Izul…..” suara Enceng terpotong. “Ada apa sama suami saya? Jangan bilang bahwa suami saya…..” mata Nursyiam pun mulai memerah. “Iyah ibu…Izul tak terselamatkan,ia telah menghadap kepada Yang Maha Kuasa.” Jawab Enduy dengan suara yang tersendat-sendat. “Innalillahi wa innailaihi raaji’uun.” Nursyiam pun menangis sambil berlari ke kamar.
Tiba-tiba Enduy-pun teringat dengan Indah anaknya Zulkarnaen yang sekarang masih sekolah. Tanpa banyak cingcong Enduy-pun segera pamitan dari rumah Nursyiam karena hendak memberi tahu Indah. Sesampainya di sekolah, Enduy segera menghadap guru BP, Ibu Anita namanya, untuk memberitahu bahwa ayahnya Indah baru saja meninggal. Ibu Anita pun memanggil Indah dengan melalui siswa yang pada saat itu sedang lewat di luar ruang BP.
“Assalamu’alaium…….Bapak maaf ! Indahnya ada ga?”Tanya seorang siswa kepada Pak Lukman yang pada waktu itu sedang mengajar Kimia di kelasnya Indah. “Indah ! sini nak diluar ada yang nyariin kamu kayaknya penting.” Panggil Pak Lukman kepada Indah. “Iya Pak ! tunggu sebentar.” Jawab Indah. “Ada perlu apa ya?” “Indah tadi Ibu Anita nyuruh saya buat manggil kamu. Kamu sekarang dipinta untuk menghadap kepadanya di ruang BP.”
Dengan perasaan yang tak karuan Indah pun pergi keruang BP. “Assalamu’alaikum…Ibu.” Indah menyapa Ibu Anita sambil mengetuk pintu. “Wa’alaikumsalam…..sini nak ada yang mau Ibu bilangin. Yang tabah yah Indah, Ibu juga turut berduka cita sama kamu.” “Ada apa Ibu? Kok Ibu ngomongnya gitu sih sama Indah?” , “Gini Indah, tadi tetanggamu Pak Enduy datang kesekolah, katanya tadi pagi ayahmu meninggal nak, ketika ayahmu sedang mencangkul di sawah ia digigit ular, karena pertolongan terlambat akhirnya ayahmu meninggal nak. Yang tabah yah ! Biarr Ibu yang buat izin kamu untuk pulang. Nanti Ibu dan yang lain datang kerumah kamu.” Ibu Anita pun berusaha untuk menabahkan hatinya Indah.
Seketika Indah pun terdiam membisu bagaikan sebuah mesiu yang kehabisan amunisi. Perlahan wajah Indah mulai memerah dan keluarlah air mata yang tak terkendali sehingga membasahi seragam putihnya. Dengan perasaan yang tak karauan dengan arah yang tak menentu Indah menuju kelas sambil terkulai lemas seperti binatang yang tak bertulang. Indah segera membereskan bukunya dan dibantu oleh kawannya Rina,dan Rina pun menghantarkan Indah sampai ke rumahnya Indah. Sesampainya di rumah terlihat segerombolan orang yang berpakaian hitam-hitam menjejali rumah Indah, rupanya mereka adalah para pelayat yang turut berduka cita atas the end-Nya ayah Indah. Tanpa tengok kanan kiri Indah melaju kencang kearah rumahnya, didalam rumah didapatinya jasad ayahnya yang telah terbungkus kain putih.
Beberapa hari kemudian, sepeninggal ayahnya semua persediaan makanan pun berangsur-angsur  lenyap dimakan waktu. Suatu ketika Indah melihat Ibunya yang sedang berada di tempat penyimpanan beras, goa begitulah orang-orang sunda Biarsa menyebutnya. Didalam goa ibunya termenung sambil melamun ketika melihat persediaan makanan mulai menipis bahkan uang santunan dari para pelayatpun telah habis dipergunakan. Indah melihat Ibu-nya dengan tatapan hampa sekaligus terdiam seribu bahasa.
Sambil terdiam sendirian didalam kamar, Indah pun melamun sembari berfikir bagaimana caranya dia bisa mendapatkan uang. “Andai saja Bapak ga meninggal secepat ini, pasti sekarang aku, ibu,dan Melati masih bisa mendapatkan makanan dengan layak walaupun tak mewah. Andai saja aku ini sebagai seorang laki-laki maka aku bisa saja mendapatkan uang dengan mudah. Kasihan sekali Ibu semenjak ditinggal sama Bapak, Ibu sering sekali melamun. Bahkan dalam mimpinya pun ia masih mengigau dan memanggil-manggil nama Bapak. Mengapa ya? Terkadang hidup ini terasa begitu tak adil, yang kaya semakin bergelimangan harta, sedangkatn yang miskin semakin terjerat jatuh kedalam jurang kemiskinan yang semakin menjadi-jadi sehingga tampak seperti raksasa yang hendak memakan jutaan manusia.”
Tak terasa waktu semakin berlalu dan Indah pun tertidur diatas tempat tidurnya yang berwarna merah dengan bantal dan guling yang berwarna biru yang senantiasa menemani malam tidurnya yang panjang. Didalam mimpinya ia bertemu dengan ayahnya. Ayahnya pun berpesan kepada dirinya untuk menjaga Adik dan Ibunya karena itulah peninggalan Bapak yang tak akan pernah hilang.
Waktupun berlalu tetapi kesedihan yang dirasakan oleh Indah enggan minggat dari diri Indah walaupun harus menghunus pedang sekalipun tampaknya kesedihan itu takan pernah bisa sirna dari alam pikiran Indah. Pagi harinya Indah berangkat kesekolah seperti Biarsanya. Namun pagi ini tak seperti pagi-pagi sebelumnya. Indah pergi dengan hati yang hampa. Di sekolah Indah bertemu dengan Rendi yang merupakan sosok seorang laki-laki yang tampan, baik, dan sopan.
“Hai Indah…! Aku turut berduka cita yah atas meninggalnya ayah kamu. Tapi menurut aku kamu tuh jangan keterusan sedih yang berlarut-larut. Bukankah masih banyak cita-cita yang hendak kau ingin capai.” Sapa Rendi dengan suara yang bijaksana.
“Diam ajalah kamu itu sok tahu banget ma perasaanku. Tahu apa kau selama ini ? mungkin sekarang kamu bisa ngomong kayak gitu karena kamu enggak ngerasain bagaimana jika kamu ada di posisi aku. Aku itu cuma wanita yang paling jelek nasibnya. Udah rumahku jauh dari sekolah dan warisan turun temurun sekarang ditinggal sama ayahku yang merupakan tulang punggung keluargaku. Sekarang aku harus menanggung beban untuk mengurusi keluargaku.”
Indah pun berjalan dengan cepat tanpa memperdulikan perasaan Rendi. Di dalam kelas Indah terlihat begitu tidak bersemangat. Hatinya selalu risau karena merasa frustasi atas apa yang menimpa dirinya.
Suatu ketika ia mencari-cari pekerjaan agar bisa menghidupi keluarganya. Ia dari desa berangkat ke Kota untuk melamar pekerjaan. Walaupun Indah memiliki wajah yang cantik, acap kali ia di tolak dalam setiap lamarannya karena ia tidak bisa berdandan cantikdan memakai baju yang bagus karena ia tak mencukupi uang untuk membeli itu semua.
Setelah Indah berusaha mencari-cari lamaran pekerjaan kesana kemari,  Indah pun merasa lemas dan duduk sejenak di Taman. Dari kejauhan datang seorang laki-laki tampan, berpostur tubuh tinggi dan terlihat seperti Olahragawan dengan menggunakan celana hitam, berjas hitam kayak yang mau ke kantor, dan memakai sepatu hitam mengkilat. Laki-laki tersebut datang menghampiri Indah yang sedang duduk sendiri di Taman.
“Hai cantik ! aku lihat tadi kamu sedang cari-cari pekerjaan yah. Sayang tau wanita secantik kamu harus bekerja.” Ujar laki-laki tersebut.
“Siapa sih kamu datang-datang gangguin orang aja. Kalau ga da perlu pulang sana aku lagi mau sendiri.”
Dalam waktu yang tak begitu lama, Indah dan lelaki tersebut akhirnya saling mengenal. Laki-laki tersebut bernama Andra. Ia adalah seorang pengusaha yang sukses walau ia sekarang masih muda. Mereka berbincang-bincang begitu lamanya, tak terasa adzan maghrib pun berkumandang. Mereka pun berpisah dan hendak bertemu kembali keesokan harinya pada jam yang sama dan di tempat yang sama pula. Walau hanya bertemu sebentar mereka sudah saling mengenal, dan Indah pun merasa nyaman berbincang dengannya.
Keesokan harinya, sesuai janji yang kemarin. Indah dan Andra bertemu pada jam yang sama dan di tempat yang sama yaitu hendak bertemu kembali di Taman. Rupanya ketika Indah masih berjalan menuju Taman, Andra sudah stand by menunggu kedatangan Indah. Indah merasa senang sekali dapat bertemu dengan lelaki tersebut.
Ditengah pembicaraannya dengan Indah. Andra mengajak Indah untuk makan malam di sebuah hotel, awalnya Indah menolak tetapi karena Andra pandai merayu seorang wanita akhirnya Indah pun menyetujuinya untuk makan malam bersamanya. “Okey kkalo begitu entar malam aku jemput kerumah kamu untuk makan malem bersamaku untuk ngerayain hari Ulang Tahunku. Pulang makan malam aku antar kamu pulang.” Ajak Andra dengan muka yang membuat seorang wanita terpesona. “Aku tunggu yah jangan sampai kamu lupa.” Jawab Indah dengan muka yang memerah.
Malam harinya Indah meminta izin kepada Ibunya agar Indah diperbolehkan untuk  pergi bersama Andra. “Bunda aku pergi dulu yah, aku janji ga akan pulang terlalu larut malam.” “Baiklah anakku ! pesan Bunda untukmu jaga dirimu baik-baik di sana, kalau udah tunai urusanmu cepat-cepat pulang ya nak.”
Indah dan Andra pun pergi bersama dengan menggunakan sebuah mobil mewah milik Andra. Setibanya di Hotel, mereka langsung memesan makanan. Mereka pun makan sambil berbincang-bincang. Namun beberapa lama kemudian Indah merasa pusing semua penglihatan yang Indah rasakan terlihat berputar-putar yang pada akhrinya tergeletak pingsan. Rupanya Andra bukanlah tipe orang yang benar-benar baik hati, sebenarnya dialah yang telah memasukan obat pingsan kedalam makanannya Indah. Setelah Indah pingsan, Andra pun membawa Indah ke kamar yang telah khusus dipesannya. Malam pun berlalu dan mataharipun mulai terbit kembali. Ketika bangun tidur Indah merasa ada seseorang disampingnya. Ketika ia sadar, ia pun kaget disampingnya ada seorang laki-laki dan dia adalah Andra. Yang tambah membuat ia kaget ia bangun dalam keadaan tak berbusana dan hanya tertutup oleh selimut hitam tebal saja.
“Apa yang telah kamu lakukan padaku? Tega nian dirimu sampai berani mengambil hartaku satu-satunya yang selama ini aku jaga baik-baik.”
“Walah ga usah berkilahlah inikan yang sedang kamu cari.” Tembal Andra sambil membuka dompetnya. “Nih ambil ! berapa uang yang kamu butuhkan pasti akan kubayar.” “Tega kali kau, aku kira kamu itu orangnya bener-bener baik tetapi ternyata kau itu tak ubahnya laki-laki bajingan.”
Indah pun di tinggal sendirian di dalam kamar tersebut. Indah pun merasa stress karena ia telah merasa telah kehilangan segalanya. Ia merasa harta satu-satunya yang ia miliki telah direbut oleh orang lain. Ia merasa dirinya telah kotor dan tak berguna lagi untuk di pertahankan.
            Semenjak kejadian malam tersebut Indah terlintas dalam fikirannya bahwa ia telah tidak suci lagi. Sepulang sekolah ia pun jadi sering main ke tempat dugem dan mangkal di tempat tersebut. Di tempat dugem itu Indah mendapat kesenangan baru, dan ia dapat dengan mudah mendapatkan uang untuk makan keluarganya dan untuk memBiaryai sekolahnya dan sekolah adiknya.
            Rupanya harta telah melupakan dirinya akan pesan ibunya dan juga harga dirinya. Pada suatu hari sepulang sekolah ia langsung pulang ke rumah,dan malam harinya ia mengendap-endap keluar rumah setelah adik dan ibunya tertidur.Indah pun keluar dari rumah dan pergi menuju tempat dugem dimana ia Biarsa mangkal di tempat tersebut. Ditempat itu Indah melayani beberapa lelaki hidung belang. Pagi harinya sebelum adzan subuh ia segera pulang ke rumah dan datang kerumah sebelum ibunya bangun.
            Pagi harinya Indah bersiap-siap ke sekolah seperti Biarsa tanpa menunjukan suatu sikap yang mencurigakan di hadapan Ibunya. Dari rumah Indah bilang ke Ibunya bahwa ia akan pergi ke sekolah. Tetapi di jalan ternyata Indah berbelok alias mabal ketempat Biarsa ia mangkal. Di tempat ini, Indah banyak dikerumuni oleh lelaki hidung belang sungguh tak aneh walaupun Indah bukan dari orang kaya tetapi ia memiliki paras yang menawan yang dijadikannya sebagai nilai jual yang tinggi. Diantara yang lain dialah wanita yang paling laku di tempat ini.
            Satu jam setelah bel budalan sekolah berbunyi Indah baru cabut dari tempat mangkal-Nya dan pulang menuju rumah. Ketika sampainya di rumah, ibunya Nursyiam sedang menyapu di halaman rumah. Kali ini Indah pulang dengan membawa uang dan menanyakan kepada adiknya perihal Biarya sekolah Melati. “Ini Bu lihat aku bawa makanan yang banyak terutama makanan kesukaan Bunda semur jengkol.” Ucap Indah sambil memperlihatkan sekantong keresek besar yang penuh terisi makanan. “Dapat darimana kamu Indah makanan sebanyak itu? Emangnya kamu punya uang darimana?” “Ih Bunda ! bukannya seneng malah nanya-nanya melulu. Aku dapet uang baru aja aku gajian Bunda. Melati sini!” “Ada apa kak?” “Tempo hari kamukan bilang sama kaka kalo kamu ada yang harus di bayar, semuanya berapa? Biar kakakmu ta bayarin.” Tanya Indah kepada Melati. Melatipun merasa senang sekali,tetapi lain halnya dengan sang Bunda. Nursyiam heran melihat Indah bisa mendapat uang sebanyak itu dalam waktu yang sangat singkat. Keesokan harinya Indahpun bukannya pergi kesekolah melainkan mabal ke tempat mangkal-Nya. Pihak sekolahpun siang harinya datang ke rumah Nursyiam bahwa sudah beberapa hari Indah tidak masuk sekolah tanpa keterangan. Nursyiampun kaget karena setahunya Indah selalu bilang kepadanya bahwa ia pergi kesekolah dan terus bekerja kelompook sama teman-temannya.
            Sepulang dari tempat mangkal , Indah melihat Ibunya stand by di depan pintu rumah dan siap meledak apabila bertemu dengan Indah. Dan ternyata hal itupun terjadi, ketika Nursyiam sedang memarahi Indah,tiba-tiba Indah terlihat muntah-muntah seperti gejala orang yang hamil. Awalnya Nursyiam tak menyangka Indah hamil. Ketika Indah muntah-muntah, Nursyiam membawa Indah ke puskesmas. Dari hasil tes, Indah dinyatkan telah hamil tiga minggu. Lengkap sudah kemarahan Nursyiam, sesampainya di rumah Nursyiam memarahi Indah habis-habisan. Ketika Nursyiam sedang marah,karena melampauibatas Nursyiam-pun terkena penyakit jantung dan ia-pun seketika tergeletak tak bernyawa.
            Indah-pun menangis karena kehilangan Bunda tercinta. Sekarang Indah-pun merasa sangat bersalah pada dirinya. Ia telah kehilangan ayahnya, ibunya, mahkota ia-pun telah raib di curi Andra. Dan kini ia menyesal atas apa yang telah ia lakukan. Semenjak kejadian itu adiknya menjadi sangat membencinya, masyarakat di sekitarnya pun membencinya karena dia selain menjadi sampah masyarakat karena telah menjadi kupu-kupu malam dan menjadi durhaka kepada orang tuanya. Lengkap sudah semua penderitaannya. Indah-pun akhirnya putus asa dan depresi berat, ketika ia melihat sebuah menara  ia memutuskan untuk naik ke atas menara tersebut dan berniat untuk mengkahiri hidupnya, Indah-pun menaiki menara tersebut dan lompat dari atas menara yang ketinggiannya 20 meter. Indah-pun mati dalam keadaan kepala pecah akibat terjatuh dari atas menara setinggi 20 meter.


Disusun oleh
Nama              : Ricky Aditya
Kelas               : XI-IPA 2
Sekolah           : SMAN 1 Sumedang

Selasa, 10 Agustus 2010

Resensi Novel Padang Bulan


Resensi Novel Padang Bulan

Disusun oleh              : Ricky Aditya
Kelas                           : XI-IPA 2
Sekolah                       : SMAN 1 Sumedang

Sinopsis
            Enong merupakan sesosok wanita yang memiliki ketabahan dan kekuatan yang luar biasa. Semenjak ditinggal oleh sang ayah yang pada saat itu mengalami kecelakaan pada saat mendulang timah dan ayahnya Enong yang bernama Zamzami itu meniggal tertimpa reruntuhan tanah.
            Sebelum Zamzami meniggal, ia sempat memberikan kejutan kepada isterinya, Syalimah. Namun, nasib berkata lain, akhirnya Zamzami meninggal dalam kecelakaan dan tidak bisa memenuhi niatnya untuk menghantarkan anak, dan isterinya kesebuah komedi putar.
            Walaupun Enong masih kecil, ia terpaksa harus bekerja sebagai pendulang timah perempuan pertama. Enong sudah berusaha ke Kota untuk mendapatkan pekerjaan yang ringan,namun ia tak berhasil karena ia masih kecil sewaktu di tinggal ayahnya dan juga ia tak mempunyai ijazah apapun sebab ia sekolahnya tidak tamat walau sampai jenjang SD sekalipun sehingga ia terpaksa menjadi seorang pendulang timah karena ia dituntut untuk memenuhi kebutuhan makan keluarganya sekaligus membiayai sekolah adiknya.
            Pada novel Padang Bulan ini juga mengisahkan tentang seorang lski-laki yang cinta gila kepada seorang wanita Tionghoa dan ia mulai menyukai wanita tersebut semenjak ia masih duduk si bangku Sekolah Dasar hingga ia dewasa. Cinta membuat lelaki tersebut rela untuk melakukan apa saja  asalkan wanita yang ia cintai kembali kepelukannya.
            Hanya karena cinta membuat laki-laki tersebut melakukan apa saja dari yang sinting dan gila pun ia lakukan tanpa memandang apakah perbuatan tersebut mengganggu orang lain, memalukan diri sendiri ataupun yang lainnya.
            Konflik yang terjadi pada lelaki tersebut berawal dari  salahnya informasi yang disampaikan oleh sahabatnya Detektif M.Nur namanya,sehingga ia merasa telah kehilangan belahan jiwanya. Namun kesalahan informasi tersebut teratasi akhirnya lelaki tersebut bisa bersatu kembali dengan belahan jiwanya.


Identitas Buku
Judul Resensi              : Perjuangan Hidup dan Kesalahan Informasi
Judul Buku                  : Padang Bulan
Pengarang                   : Andrea Hirata
Penerbit                       : PT Bentang Pustaka, Yogyakarta
Tahun                          : Juni 2010, Cetakan Pertama
Jumlah Halaman          : xii + 254 halaman


Pendahuluan
            Novel Padang Bulan karya Andrea Hirata yang memiliki ketebalan xii + 254 halaman ini menyuguhkan suatu kisah yang menarik. Walaupun buku ini merupakan cetakan pertama tetapi buku ini telah banyak diminati oleh para pembaca atau penggemar novel. Yang lebih menariknya dari novel ini tidak bersifat monoton atau hanya berkisah pada satu peristiwa pada satu pelaku utama saja tetapi juga menyuguhkan beragam peristiwa yang saling berkaitan satu sama lain.
            Andrea Hirata adalah salah seorang penulis novel fenomenal dan cukup dikenal di dunia Internasional. Andrea Hirata merupakan sesosok orang yang senantiasa memperhatikan keadaan di sekelilingnya lalu ia menuliskan semuanya di dalam karya novelnya. Padang Bulan adalah salah satu novelnya yang bersifat modern yang menceritakan sosial budaya masyarakat, gaya bahasa, serta budaya yang ada di daerah tersebut.

Isi Pernyataan (Penilaian)
            Novel ini memiliki alur maju. Artinya antara satu peristiwa dengan peristiwa lainnya memiliki suatu keterkaitan sehingga menggambarkan suatu kisah yang sistematis. Penggambaran tokoh di lukiskan oleh perkataan dan perbuatan sang tokoh. Selain dari itu, penulis juga banyak menceritakan peristiwa-peristiwa yang dialaminya yang dirangkai sedemikian rupa menarik sehingga ia juga selain menceritakan kisah hidup orang lain,kisah hidup dirinyapun memberikan kontrobusi besar dalam berperan sebagai tokoh utama di dalam cerita tersebut.
            Pada kisah ini Andrea Hirata dapat menjelaskan setiap kejadian dengan jelas dari mulai tempat yang terjadi hingga gerak-gerik sang tokoh dapat digambarkan dengan menggunakan rangkaian kata-kata yang indah, gamblang  dan rangkaian kata tersebut bak sebuah puisi sehingga terkesan kreatif dan indah.
            Novel Padang Bulan  ini memiliki ragam gaya bahasa yang unik. Andrea Hirata menggunakan bahasa puisi, Melayu, Indonesia, juga terkadang sering menyelipkan istilah-istilah bahasa Inggris sehingga tampak indah walaupun ada sebagian kalimat yang kurang begitu dapat langsung dipahami sehingga sedikit membutuhkan penerjemahan kata.
            Kisah Padang Bulan ini berawal dari kisah perjuangan seorang wanita yang bernama Enong yang baru kelas 6 SD harus sudah bekerja sebagai pendulang timah demi memenuhi kebutuhan makan dan biaya sekolah adiknya. Walaupun begitu, Enong merupakan sosok perempuan tegar, sabar, baik, optimis dalam berusaha. Enong mempunyai tekad yang kuat untuk belajar Bahasa Inggris walaupun ia telah Drop Out dari sekolahnya,sehingga ketika bertemu dengan Ikal yang pada waktu itu Ikal merasa putus asa gara-gara cinta gilanya kepada seorang gadis Tionghoa, A Ling namanya. Enong pun dapat menginspirasi Ikal untuk terus berjuang demi cintanya,dan Enong selalu membela, dan menguatkan hati Ikal. Berbagai cara Ikal lakukan untuk mendapatkan kembali A Ling. Akhirnya melalui perjalanan yang panjang A Ling-pun kembali ke pelukan Ikal.
            Novel ini memberikan amanat kepada kita untuk senantiasa bekerja keras, bersabar, bersyukur, jujur, dan bertawakal atas apa yang terjadi sehingga kita dapat berjiwa tegar dan pantang menyerah.
Penutup
                        Hal yang menjadikan novel ini menarik adalah ceritanya yang variatif sehingga memberikan suasana yang nyaman, mengharukan, dan juga menyenangkan. Novel ini tidaklah monoton karena didalam ceritanya, Andrea menyelipkan kata-kata atau kalimat-kalimat yang bisa membuat pembaca senang, terbawa suasana, dan tak jarang mengundang tawa akibat ulah tokoh yang lucu.
                        Didalam novel ini, Andrea seringkali menuliskan kata-kata yang menjelaskan suatu keadaan bagaikan didalam sebuah puisi seperti berikut, “Cemburu adalah perahu Nabi Nuh yang tergenang didalam hati yang karam. Lalu, naiklah ke geladak perahu itu, binatang yang berpasang-pasangan yakni perasaan tak berdaya-ingin mengalahkan, rencana-rencana jahat-penyesalan, kesedihan-gengsi, kemarahan-keputusasaan, dan ketidakadilan-mengasihani diri.”  Walaupun terdapat kata-kata yang tidak dapat langsung dipahami, novel ini memiliki cerita yang unik, menarik, dan dramatik.